Ponorogo, klikwartanews.id – Warga Ponorogo menyatakan keberatan atas tindakan Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Ponorogo, Ferri Saragih, S.Sit., yang diduga akan menutup berkas konversi dari Petok/Letter C menjadi sertifikat hak milik serta pemecahan sawah secara sepihak.
Sejak tahun 2024 hingga awal 2025, banyak warga telah mengurus sertifikat tanah melalui BPN Ponorogo. Seluruh administrasi telah diserahkan secara lengkap, bahkan pengukuran lapangan juga telah dilakukan oleh petugas BPN. Namun, berkas permohonan justru dikembalikan kepada masyarakat tanpa alasan hukum yang jelas.
“Kami sudah mengikuti prosedur, menyerahkan dokumen, bahkan tanah kami sudah diukur. Tapi tiba-tiba berkas disarankan petugas untuk dicabut, atau akan ditutup sepihak oleh BPN. Ini jelas merugikan kami sebagai masyarakat yang mencari kepastian hukum,” ungkap salah satu warga.
Dugaan Maladministrasi
Langkah pengembalian berkas tanpa keputusan resmi dinilai sebagai bentuk maladministrasi karena bertentangan dengan sejumlah aturan:
- UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang melarang penundaan berlarut serta penyalahgunaan wewenang.
- PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menegaskan tujuan pendaftaran tanah adalah memberikan kepastian hukum.
- UUD 1945 Pasal 28D ayat (1), yang menjamin setiap warga negara berhak atas kepastian hukum yang adil.
Tuntutan Masyarakat :
Atas dugaan maladministrasi tersebut, warga Ponorogo menuntut:
- Ombudsman RI segera memeriksa dugaan maladministrasi di Kantor Pertanahan Ponorogo.
- DPRD Ponorogo memanggil Kepala ATR/BPN atau perwakilannya untuk memberikan penjelasan terbuka.
- Kementerian ATR/BPN meninjau ulang kebijakan teknis yang menyebabkan berkas masyarakat dikembalikan sepihak.
- BPN Ponorogo memberikan keputusan tertulis resmi atas setiap permohonan yang ditolak, dengan dasar hukum yang jelas.
Masyarakat menegaskan, mereka tidak menolak program Kabupaten Lengkap maupun kebijakan sertifikasi tanah nasional. Namun, mereka menolak cara pelaksanaan yang dinilai arogan, tidak transparan, dan merugikan hak warga.
“Kami hanya ingin kepastian hukum atas tanah kami. Jangan sampai program yang katanya untuk rakyat, justru menyulitkan rakyat sendiri,” tegas perwakilan warga.
Penulis : Iskandar/Heru Wijayanto